Ketika Sendu Menjadi Bisu

Hingar bingar suara musik ketika fajar masih malu-malu untuk menyapa, tapi kerumunan manusia berwarna sudah memadati jalan raya..
Semuanya bersinar, karena kebahagiaan  terpencar yang menutup rasa sesak saat udara bahkan susah untuk dihirup..
Mataku bergerak kekiri dan kekanan, entah aku tidak tahu, tapi aku rasa hatiku mengantisipasi sesuatu yang akan membuat hatiku nyeri dan ngilu..
Jantungku berdebar kencang saat mataku menloleh, saat aku memandang langit yang berubah keabuan , aku menatap sepasang mata yang identik dengan mata coklat yang kau miliki...
Aku tak dapat menghindarinya, hatiku yang syahdu kini menyendu. Hatiku yang tenang, kini menderu..
Memang bukan kamu, tapi aku tahu siapa pemilik mata itu..
Aku menunduk malu, malu karena aku tahu siapa dia untukmu..
Sesak itu semakin menjadi, hampir saja aku tak dapat merasakan pijakan kakiku..
Untung saja otakku mengambil alih kendali dari hatiku yang kacau membuatku hanya dapat tertawa parau..
Menggelengkan kepala, mempertanyakan kenapa Tuhan begitu membuatku sesak dengan penglihatan hari itu..
Sendu dan bisu, aku dan kamu berhadapan.. Keramaian menelan suaraku untukmu, kegelisahan melenyapkan semua senyuman yang ada diwajahku..
Saling berhadapan, tapi berjauhan.. Aku menyapamu dalam hati, aku mengucapkan maaf dalam hatiku..
Maaf, hanya bisu yang bisa kusampaikan padamu, aku bahkan tak ingin udara mengetahui kalau aku tersenyum padamu..


Kutipan buku Raditya Dika ini pas untuk menggambarkan Aku hari itu sepertinya..

Marmut Merah Jambu, Raditya Dika


Komentar