Hanya sebuah tanggapan kecil mengenai fenomena yang terjadi

Purwokerto, 12 Februari 2014


         Melihat dan mengamati fenomena yang terjadi di Indonesia mengenai akun-akun sosial media yang menyajikan sebuah informasi maupun sebuah hiburan yang belakangan ini sangat marak, mulai dari akun humor, akun agama, akun mahasiswa, akun motivator,bahkan akun politik, dan tentunya masih banyak akun lainnya.
         Dari semua akun tersebut, sebagian besar isi dari akun yang ada pada akhirnya dicetak menjadi sebuah buku, atau sebaliknya dari sebuah buku lalu menjadi sebuah istilahnya adalah "kultwit", saya kurang paham sebenarnya apa itu "kultwit", saya sendiri memang mengikuti akun-akun tersebut maka dari itu saya ingin memeberikan pendapat saya mengenai fenomena yang terjadi ini. Sebenarnya dalam twit yang disampaikan oleh akun-akun tersebut memiliki dua sisi tentu saja positif dan negatif. Sisi positif dari postingan informasi yang dilakukan oleh setiap akun memberikan tambahan pengetahuan bagi khalayak umum mengenai suatu isu atau topik yang memang banyak menjadi sorotan, akun yang besifat humor tentu sisi positifnya adalah hiburan bagi para pembaca, twit yang bertema agama tentu memberikan informasi mengenai apa yang harus dan tidak boleh kita lakukan sebagai seorang hamba Tuhan, politik memberikan gambaran tentang peta politik dan informasi yang tidak terungkap di media elektronik lain seperti profil partai, calon presiden, sampai pada kasus korupsi.

             Seperti yang saya katakan sebelumnya bahwa tidak hanya memiliki sisi positif saja tapi juga memiliki sisi negatif, sisi negatif dari munculnya akun-akun seperti ini menurut saya adalah adanya pembentukan opini yang agak sedikit kurang saya sukai dari setiap akun, ada akun yang meskipun humor didalamnya terdapat banyak konten yang mengandung kata "celaan" bahkan mendiskreditkan beberapa orang, lain halnya dengan akun motivasi yang didalamnya berisi kalimat bijak mereka terkadang menanamkan bahwa kebahagiaan adalah uang, akun yang lainnya misalkan akun agama didalamnya terkadang terjadi sebuah proses pengkotakan tentang kadar iman seseorang hanya ditinjau dari satu isu yang diangkat yakni masalah jodoh dan saya melihat akun-akun agama itu hampir semua akunnya membahas tentang jodoh??, hanya ada satu dua yang membahas tentang sedekah, tentang tauhid, tentang sejarah islam mungkin, sasaran dari akun-akun tersebut adalah remaja karena remaja adalah masa dimana emosi seorang individu mengalami transisi dari masa anak-anak menuju dewasa dan dimana pikiran mereka mudah untuk diisi dan mudah menerima suatu pendapat dimana mereka sedang mencari jatidiri dan pembentukan karakternya secara utuh.
       
        Dari beberapa kasus yang saya lihat dan perhatikan, terjadi pengkotakan nyata antara satu akun dengan akun lainnya, terkadang didalamnya ada kesan saling menjelekan. Bukan hanya akun saja yang terkotak-kotak tapi akhirnya secara individu juga membentuk suatu komunitas yang benar-benar terpisah, misalnya seseorang yang mengikuti akun humor terkadang tidak senang dengan akun agama, begitupula sebaliknya karena ada sentimen negatif dari dua jenis akun tersebut yang saling menonjolkan sisi yang bertolak belakang, akun humor tentu dengan cara humornya dan akun yang satunya meninjau dari sudut agama , terjadilah proses doktrin secara tidak sadar yang terbawa pada kehidupan nyata bukan diranah sosial media lagi. Seorang anak yang menyukai humor maka kebanyakan di cap negatif karena dianggap sebagai individu yang menelan informasi yang tidak bermutu sedangkan disisi lain mengenggap bahwa akun agama itu terlalu berpikir sempit terjadilah perselisihan yang tidak terlihat namun terasa.
           Disini saya berada di tengah-tengah titik tersebut atau dapat dikatakan orang yang netral, netral dapat berarti plin plan mungkin, dapat dikatakan setengah malaikat dan setengah setan, ataupun orang yang memang mengambil informasi dari keduanya. Saya menyukai humor dan saya membutuhkan siraman rohani dan inforrmasi mengenai agama juga maka dar itu saya menempatkan diri ditengan pusaran. Jika ditelusuri kedua jenis akun ini memiliki kesamaan yang identik, kenapa saya mengatakan demikian karena pada dasarnya kedua jenis akun ini sama-sama membahas masalah pasangan hidup tidak lebih dari itu hanya masalah pasangan hidup istilah "jomblo" menjadi bahasan utama mereka, lalu mengapa bermasalah? mungkin itu yang pembaca tanyakan kepada saya, karena proses penyampaian yang berbeda maka mereka terkesan bagai warna hitam dan putih, yang satu mengajak para "jomblo" tetap tegar karena mereka tidak punya pasangan dengan cara humor yang terkadang dibumbui dengan celaan sehingga menimbulkan kelucuan tersendiri dan terkesan sebuah keadaan yang sangat mengkhawairkan jika seseorang adalah jomblo, dan akun satunya meyemangati kaum "jomblo" dengan cara yang lebih agamis, bahwa Tuhan telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, jika menjadi single itu adalah bukan sebuah hal yang harus dikhawatirkan, bahwa pacaran merupakan awal dari perbuatan zina, seperti itulah sebenarnya kedua akun tersebut memiliki esensi yang hampir mirip namun terkesan terlalu bertolak belakang karena cara penyampaiannya yang berbeda padahal intinya adalah sama yaitu masalah kesabaran menunggu seorang pendamping hidup yang terbaik.
        Pengarahan opini yang terjadi dalam fenomena ini adalah terkadang para penulis melakukan "judgement" terhadap individu lain yang tidak sesuai dengan pendapat mereka secara berlebihan dan terkesan keras, pengarahan seperti ini akan sangat membahayakan menurut saya karena akan menimbulkan sebuah stigma negatif terhadap sesama manusia secara umumnya, padahal menurut pendapat saya secara pribadi kita tidak memiliki hak untuk menjatuhkan penilaian terhadap suatu tingkat keimanan manusia dari yang hanya terlihat diluar karena yang mengetahui masalah itu hanya Tuhan bukan? jangankan masalah keimanan, masalah karakter seseorang saja tidak dapat dengan mudah kita menyimpulkannya dengan hanya menggunakan satu penilaian. Ada dua kubu antara jahat dan baik dalam fenomena ini, padahal hal tersebut tidak harus ditonjolkan, jika memang humor maka jaga juga pilihan katanya dan jika itu sebuah dakwah maka pilihlah cara yang halus dan jangan memberikan penilaian sepihak terhadap individu yang tidak menyukai cara salah satu akun dalam membuat pendapat.        
       Mari kita bersikap dewasa satu sama lain, bukan berarti saya dewasa namun saya adalah pihak yang plin plan jadi saya merasa tidak nyaman dengan pengkotakan yang terjadi, yang paling membuat saya tidak nyaman sebenarnya adalah masalah "judgement" yang sedikit sembarangan, karena pembaca mereka adalah remaja yang masih labil takutnya terjadi masalah sosial dan perselisihan diluar forum tersebut maka siapa yang akan bertanggung jawab.

     Untuk para pembaca akun-akun tersebut hati-hatiah dalam menerima informasi dan menyerap apa yang ada disana, pertimbangkan secara sehat ambil sisi positif disana dan jangan pernah melakukan judgement, kita manusia kita saling menghargai marilah berpikir dewasa marilah bentuk karakter kita secara alami.maaf jika ada yang tidak berkenan dengan pendapat saya ini, saya hanya menyampaikan pendapat selayaknya yang lain. terimakasih.


Yuli Yuliani





Komentar