Hari ini tanggal 06 Juli 2015 adalah salah satu hari yang mungkin akan selalu saya ingat, bukan karena sebuah prestasi, bukan karena sebuah penghargaan bergengsi, hanya sepenggal kisah yang membuat saya ingin tersenyum sekaligus malu tapi anehnya ada rasa senang.
Pagi ini pukul 05.30 saya pergi mengantar adik saya serta teman barunya untuk menjalani MOPD sekolahnya bahkan saat matahari masih tersembuyi dan bayangan bulan masih menggantung samar berwarna awan diatas langit biru dan lengkap dengan hawa yang sangat dingin. Karena jaraknya cukup jauh dan harus naik angkot 2 kali sementara adik saya ini tidak tahu jalan sama sekali maka saya harus menjadi penunjuk jalan bagi dia dan temannya ini, dimana harus naik dimana harus berhenti.
Pada angkot pertama ketika berangkat saya disapa oleh seorang ibu-ibu setengah baya yang akan berangkat ke pasar Induk di Tasikmalaya, beliau sepertinya mengenal saya tapi saya tidak mengenal beliau. Sepanjang jalan diisi oleh obrolan mengenai sekolah dll, pembicaraan yang menarik namun ibu itu harus turun duluan karena suda sampai di tempat tujuannya yaitu pasar Cikurubuk. Pasar hari itu, sepagi itu sangat ramai, sangat dinamis, sama seperti dinamis dan menggeliatnya pasar malam.
Perjalanan masih sekitar setengah jam lagi untuk sampai, dan kami akhirnya berganti angkot di pasar Pancasila. Kali ini perjalanan sangat sepi, karena tak ada obrolan yang menarik, saya juga hanya berusaha berbasa-basi mengenai jurusan sekolah adik saya dan temannya itu dan setelah itu tak lama kami sampai di sebuah SMA yang lokasinya sangat asri dan sejuk walaupun pada jam-jam tertentu keheningan itu akan terganggu oleh suara kereta yang lewat. Singkat kata saya melepas adik saya untuk MOPD dan tidak lupa memberikan semangat dan wejangan (halah..), saya tetap berada pada tempat saya berdiri tadi sampai adik saya masuk ke gerbang sekolahnya, setelah itu saya beranjak melangkahkan kaki untuk pulang. Selangkah dua langkah saya merasakan ada hal yang sepertinya "sedikit" aneh dengan kaki saya, lalu saya meliat kebawah dan melihat pemandangan yang waaw perlu pemikiran untuk mencerna sambil memikirkan apa yang harus saya lakukan. Yaah sandal saya putus, jebol, alias rusak pada bagian kaki kiri. Bingung, rasanya ketika sandal kita rusak dan putus ditempat yang bisa dibilang sepi banget soalnya tidak memungkinkan untuk nyari sendal karena tidak ada toko bahkan satupun warung. Tapi akhirnya saya jalan juga naik angkot, kaki saya sebelah kiri saya seret biar sendalnya tetep nempel tapi percuma juga. Naik angkot pada saat itu adalah pilihan sangat tepat karena saya duduk, tapi kan saya harus sekali lagi naik angkot dan tidak mungkin saya nyeker sebelah. Akirnya tibalah saat-saat yang sangat memalukan, saya turun sengaja didepan sebuah toko 24 jam karena saya tahu disana ada penyelamat kaki dan muka saya yaitu sendal jepit, saya turun dari angkot dengan rupa sandal yangsuda tidak berbentuk dan diseberang sana ada 2 bapak2 yang menertawakan saya sepertinya mereka tau kalau sendal saya putus dan akhirnya saya buang rasa malu jauh-jauh saya tenteng sendal rusak itu dan nyeker sebelah terus nanya ke teteh-teteh dan aa aa yang jaga toko nya " teh aya sendal capit teu?" saya udah pede aja gapapa lah yang penting selamat.
"Aya teh, mung anu kieu wungkul sendalna", kata teteh itu sambil mengajak saya ke rak sandal jepit itu sambil nyeker sebelah.
"Muhun teh wios ieu we teh", tunjuk saya pada sendal jepit edisi piala dunia 2014 klub Brasil.
Lalu saya bayar sandal itu dan langsung memakainya. Keluarnya dari toko itu entah kebetulan atau memang Allah SWT membantu hambanya ini untuk menjaga kebersihan, pas didepan ada bapak-bapak patugas kebersihan dengan gerobak kuningnya, saya mikir " ini sendal tadi pagi baru aja dipuji sudah mengkhianati saya ditengah jalan begini" lalu, dengan ikhlas dan tawakal saya bertanya kepada bapak kebersihan itu.
" Pak, ieu wios ngiring nyimpen didieu?" saya bertanya sambil memperlihatkan sepasang "bekas" sandal itu
"Oh muhun neng, lebetkeun we kana roda" kata bapak itu sambil tersenyum
"Hatur nuhun pak" saya menutup percakapan itu, lalu pergi beranjak untuk mencari angkot arah rumah saya.
Sedikit berjalan sambil menunggu angkot, saya berpikir dan merunut kejadian pagi ini. Malu memang, tapi tanpa diduga ini menghadirkan sensasi petualangan kecil untuk menantang mental, mengalahkan rasa malu, dan menerima keadaan yang terjadi. Ini saya anggap sebagai refleksi dari sebuah cobaan hidup, jika saya tidak berani melangkah karena malu, maka saya tidak akan sampai pada titik dimana saya bisa mengalahkan cobaan itu... Pelajaran bisa didapat dari mana saja, dengan cara apapun. Sang Maha Pencipta Allah SWT memang tidak pernah kehabisan ide dalam mengingatkan hambanya, dengan cara unik dan mungkin terdengar sepele ini Allah mengajarkan saya sesuatu yang jauh lebih besar dari hanya sekedar "dongeng sandal putus" tapi jauh dari itu Subhanallah...
Pukul 06.45 pagi ini saya sampai kembali dirumah, lalu mengetik cerita ini dan membaginya kepada semua... This is really meaningful for me :)
Pagi yang tersipu ini sungguh membuat saya tersipu..
Tasikmalaya, 06 Juli 2015
Yuli Yuliani
Komentar
Posting Komentar